Salam.
Di bulan Ramadhan yang hebat ini, saya sedikit mau menuliskan apa yang menjadi pemikiran saya mengenai fenomena yang rutin terjadi. Tak lain dan tak bukan adalah "Munculnya Apapun (yang katanya) Berbau Religi". sekali yang perlu diperhatikan kata "yang katanya". Okey, kita cek satu per satu. Pertama, muncul Lagu (yang katanya) religi, lalu muncul Sinetron (yang katanya) Religi", ada juga Kartun (yang katanya) Religi, bahkan terakhir saya pernah menemukan Realiti Show yang dikemas dalam format (yang katanya) religi.
Pertanyaannya, apakah Religi itu? Sehingga dengan mudahnya orang bikin label tertentu dengan tambahan kata "Religi". Disini saya mengutip pengertian dari KBBI Online, yang menuliska seperti berikut :
re·li·gi /rĂ©ligi/ n kepercayaan kpd Tuhan; kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia; kepercayaan (animisme, dinamisme); agama: kesalehan dapat diperoleh melalui pendidikan --; masyarakat terasing itu juga mengenal -- tertentu, msl dng menyembah petir .
Melihat pengertian diatas, ada sebagian besar masyarakat kita
mengartikan kepercayaan terhadap Tuhan YME atau Mengartikan Agama, hanya
sebatas kesalehan dirinya terhadap Tuhan dalam satu hubungan langsung secara Vertikal. Kalau dalam Islam ada yang dikenal Hablum minaLLAH nya saja yang disentuh. sedangkan Kesalehan Secara Sosial (Hablum mina nnas), dianggap bukan atau belum masuk dalam tataran Religiusitas. Sehingga apapun yang berbau religi, seolah - olah adalah segala sesuatu yang memerintahkan Sholat, Puasa, Ibadah Haji, dll lalu disampaikan dengan menggunakan Baju Koko dan juga Peci. Kalau tidak percaya, lihat saja tren tren acara pada Bulan Ramadhan ini.
Kembali ke inti kegeregetan saya, kok kita masih saja terjebak pada pemikiran sempit itu?! Padahal, ketika berbicara Agama, berbicara Kepercayaan, ini tidak hanya menyangkut persoalan antara manusia dengan tuhan. tapi juga manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan. Berbicara Agama pun tidak melulu harus berbicara dalil - dalil tekstual, dan tidak melulu harus berbicara ibadah - ibadah ritual. Ini yang membuat kita sempit. Tidak Berkembang.
Kita ambil contoh kasus dari Lagu "yang katanya" religi. ketika dihadapkan 2 buah lagu, yang satu adalah lagu "Tuhan" dari Bimbo, dan yang satunya lagi lagu "Kupu-kupu malam" ciptaan Titiek Puspa. Mana yang merupakan lagu religi? Mayoritas akan memilih lagu Bimbo lah lagu religi. Padahal menurut saya, lagu kupu - kupu malam pun adalah lagu religi. anda (siapapun yang membaca) boleh saja tidak setuju. tapi kita lihat, kedua lagu tersebut memiliki persamaan dan perbedaan untuk dimasukan dalam kategori "religi". Persamaannya, lagu tersebut sama - sama mengingatkan tentang Tuhan. Perbedaannya, adalah dalam proses penyampaiannya. Dalam lagu Bimbo, pesan untuk mengingat Tuhan disampaikan secara langsung, sedangkan lagu Ciptaan Titiek Puspa ini mengajak pendengarnya mengingat Tuhan dengan cara menunjukkan Fenomema Sosial yang ada (tidak langsung). Dalam hal ini, beliau secara langsung ataupun tidak mengingatkan kita dengan "Ternyata yang berprofesi seperti itu ada", kalau dibuat pertanyaan turunan setelah pernyataan itu, pertanyaannya adalah, "Kok bisa di negeri yang makmur ini masih ada orang yang harus mencari nafkah dengan cara seperti itu?", "Apa yang bisa kita lakukan untuk mereka?", "Apakah kita sudah bersyukur dengan keadaan hidup kita yang serba nyaman?", kurang lebih seperti itu dan mungkin masih banyak pertanyaan lainnya yang bisa muncul yang setidaknya bisa menggetarkan hati kita untuk selanjutnya mengingat Tuhan.
Contoh lainnya, ketika mendengar lagu Koi - Dari Kitaro, pernahkah terbayang atau terasa betapa luasnya, "betapa hebatnya Alam Ciptaan Tuhan ini", "Sudah sejauh mana kita menjaga Alam dan lingkungan sehingga orang lain dan keturunan kita nanti akan merasa nyaman untuk tinggal dan mensyukuri Alam selayaknya saat kita nyaman mendengarkan Instrumen tersebut?". Itulah, bahkan Musik dari Kitaro yang tanpa ada lirik pun dapat dikategorikan sebagai musik religi.
Okey, memang pada akhirnya kita akan bermuara pada satu kenyataan bahwa, ini tergantung pada sudut pandang siapa memandang apa. saya menulis ini bukan ingin menyalahkan yang tidak sependapat, ini hanya ajang berbagi pemikiran saja. Sehingga, harapannya tidak lagi banyak yang mendikotomikan antara kesalehan spiritual, dan kesalehan sosial. Juga supaya kita bisa memaknai ketuhanan dengan cara yang lebih luas. dan juga bisa memasukan nilai - nilai Religiusitas secara langsung ataupun tidak.
Pertanyaan terakhir, ketika ada orang yang menyanyikan lagu tentang ketuhanan, hanya sebatas karena momentum untuk mendapatkan untuk sebanyak - banyaknya, padahal dia sendiri tidak merasakan tuhan itu ada, ketika orang - orang berakting menggunakan baju koko sambil setiap kata dan nasehatnya disertai dalil, sedangkan kesehariannya tidak, apakah itu termasuk religi, atau Yang Katanya Religi?
Salam!
Ini oke banget hassan *thumbs up!
BalasHapus